Selasa, 12 Juli 2011

contoh makalah


oleh 
ujank firda jaya
 0710104003
 Stikes alifah
BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah pasien serta semakin luas penyebarannya. Penyakit DBD ini ditemukan hampir di seluruh belahan dunia terutama di negara–negara tropik dan subtropik, baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil studi epidemiologik menunjukkan bahwa DBD menyerang kelompok umur balita sampai dengan umur sekitar 15 tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) dengue biasanya terjadi di daerah endemic dan berkaitan dengan datangnya musim hujan, sehingga terjadi peningkatan aktifitas vektor dengue pada musim hujan yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit DBD pada manusia melalui vektor Aedes. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut the most mosquito transmitted disease (Djunaedi, 2006).
Penyakit DBD di Indonesia pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968, dan di Jakarta dilaporkan pada tahun 1969. Pada tahun 1994 kasus DBD menyebar ke 27 provinsi di Indonesia. Sejak tahun 1968 angka kesakitan kasus DBD di Indonesia terus meningkat, tahun 1968 jumlah kasus DBD sebanyak 53 orang (Incidence Rate (IR) 0.05/100.000 penduduk) meninggal 24 orang (42,8%). Pada tahun 1988 terjadi peningkatan kasus sebanyak 47.573 orang (IR 27,09/100.000 penduduk) dengan kematian 1.527 orang (3,2%) (Hadinegoro dan Satari, 2002). Jumlah kasus DBD cenderung menunjukkan peningkatan baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit, dan secara sporadis selalu terjadi KLB. KLB terbesar terjadi pada tahun 1988 dengan IR 27,09/100.000 penduduk, tahun 1998 dengan IR 35,19/100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) 2 %, pada tahun 1999 IR menurun sebesar 10,17/100.000 penduduk (tahun 2002), 23,87/100.000 penduduk (tahun 2003) (Kusriastusi, 2005).
        Penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Provinsi Sumatra Barat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Pada beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus maupun kematiannya. Seperti KLB, DBD secara nasional juga menyebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatra Barat. Penyebaran kasus DBD di Sumatra Barat terdapat di 38 kabupaten/kota (semua kabupaten/kota) dan juga di beberapa kecamatan atau desa yang ada di wilayah perkotaan maupun di pedesaan. Jumlah kasus dan kematian akibat penyakit DBD di Jawa Timur selama 5 tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 dan 2004 terjadi lonjakan kasus yang cukup drastis, yaitu tahun 2001 sebanyak 8246 kasus (IR 23,50/100.000 penduduk), dan tahun 2004 (sampai dengan Mei) sebanyak 7180 kasus (IR 20,34/100.000 penduduk). Berdasarkan penyebaran kasus DBD di Jawa Timur, Kabupaten Pacitan termasuk salah satu daerah penyebaran kasus DBD dengan IR <10/100.000 penduduk (Huda, 2004).
        Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan tahun 2007 kasus DBD di daerah tersebut dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 KLB DBD terjadi di semua Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Pacitan, dan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan Pacitan pada wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari. Dalam profil dinas kesehatan disebutkan jumlah kasus DBD dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ditemukan 82 kasus, tahun 2006 ditemukan 156 kasus, pada tahun 2007 ditemukan 362 kasus dan pada tahun 2008 ditemukan 449 kasus. Pada tahun 2007 jumlah kematian akibat penyakit DBD ditemukan sebanyak 2 orang, attack rate 0,07%, CFR 0,55% dan pada tahun 2008 jumlah kematian ditemukan sebanyak 4 orang, attack rate 0,083% dan CFR 0,75%. Dari standar WHO, sebuah daerah dapat dikatakan baik penanganan kasus DBD bila nilai CFR-nya di bawah 1%. Jadi penanganan kasus DBD di Kabupaten Pacitan dapat dikatakan baik. Sesuai dengan indikator keberhasilan propinsi Jawa Timur untuk angka kesakitan DBD per-100.000 penduduk adalah 5 (Dinkes Jatim, 2006).
        Berdasarkan data penyebaran kasus DBD per desa dari Dinas Kesehatan Pacitan selama 3 tahun terakhir jumlah kasus DBD di Puskesmas Tanjungsari terus mengalami peningkatan, mulai dari tahun 2006 ditemukan sebanyak 72 kasus, tahun 2007 sebanyak 132 kasus dan tahun 2008 ditemukan kasus DBD sebanyak 218 kasus. Wilayah kerja Puskesmas Tanjungsari yang melayani 15 desa/kelurahan merupakan daerah dengan jumlah kasus DBD terbanyak tiap tahunnya. Dari 15 desa/kelurahan terdapat 3 desa yang selama 3 tahun terakhir mengalami peningkatan jumlah kasus DBD nya yaitu Kelurahan Tanjungsari pada tahun 2005 ditemukan 1 kasus, tahun 2006 ditemukan 25 kasus, tahun 2007 ditemukan 22 kasus dan tahun 2008 ditemukan 14 kasus; Kelurahan Pacitan pada tahun 2005 ditemukan 1 kasus, tahun 2006 ditemukan 5 kasus, tahun 2007 ditemukan 19 kasus dan tahun 2008 ditemukan 45 kasus; dan Kelurahan Ploso tahun 2005 tidak ada kasus, tahun 2006 ditemukan 10 kasus, tahun 2007 ditemukan 32 kasus dan tahun 2008 ditemukan 37 kasus.
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa kelurahan dengan jumlah kasus DBD paling banyak tiap tahunnya adalah Kelurahan Ploso. Melihat jumlah kasus DBD 3 tahun terakhir di Kelurahan Ploso yang selalu meningkat, hal ini disebabkan karena lokasi rumah warga yang dekat pasar, lingkungan sekitar rumah yang dekat dengan kebun, masyarakat masih terlihat membuang sampah sembarangan, peran serta masyarakat dalam pelaksanaan PSN kurang (JUMANTIK tidak berjalan), kurangnya penyuluhan tentang DBD. Sehingga dapat digambarkan bahwa perilaku masyarakat Ploso khususnya kepala keluarga kurang memperhatikan kebersihan lingkungan dan belum melakukan pencegahan serta pemberantasan sarang nyamuk (PSNDBD) dengan mengendalikan nyamuk vektor Aedes aegypti.
Dari beberapa faktor lingkungan yang ada di kelurahan Ploso peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai beberapa faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD di kelurahan Ploso yang meliputi keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer, kebiasaan menggantung pakaian, ketersediaan tutup pada kontainer, frekuensi pengurasan kontainer dan pengetahuan responden tentang DBD, sehingga dapat membantu dalam menurunkan jumlah kesakitan dan kematian akibat penyakit DBD serta membantu masyarakat untuk lebih memperhatikan faktor-faktor apa saja yang bias menjadi penyebab penularan penyakit DBD.

B.     Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada container dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan?
2. Adakah hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan?
3. Adakah hubungan antara ketersediaan tutup pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan?
4. Adakah hubungan antara frekuensi pengurasan kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan?
5. Adakah hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan antara keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan.
3. Untuk mengetahui hubungan antara ketersediaan tutup pada container dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan.
4. Untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pengurasan container dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan.
5. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan responden tentang DBD dengan kejadian DBD di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
 Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program pemberantasan penyakit menular (P2M).
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD.
3. Bagi Peneliti lain
Menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD.

E.Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup materi dalam penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD yang meliputi keberadaan jentik Aedes aegypti pada kontainer, kebiasaan menggantung pakaian, ketersediaan tutup pada kontainer, frekuensi pengurasan kontainer dan pengetahuan responden tentang DBD terhadap kejadian DBD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar